Kajian Pengalaman Pribadi dalam Pendidikan Berdasarkan Psikologi Humanisme

Dapat dikatakan, psikologi humanisme sejalan dengan teori nativisme dimana setiap orang diposisikan sebagai subyek yang memiliki kebutuhan yang berbeda. Psikologi humanisme memberikan perhatian kepada seluruh aspek diri dan karya manusia, baik pikiran, perasaan, maupun tindakan. Berbeda dengan psikologi behaviorisme yang menekankan pada pembiasaan, psikologi humanisme lebih menerima setiap perbedaan dan mengedepankan aktualisasi diri.

Bila saya mengingat pengalaman belajar pada jenjang sebelumnya, salah satu penerapan pendidikan menggunakan prinsip psikologi humanisme saya rasakan ketika menginjak bangku SMP. Ketika berusia 13 tahun, saya bersekolah di SMP Negeri 5 Kota Probolinggo. Sekolah yang dulunya termasuk dalam kategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Materi dan metode pembelajaran berbeda dengan sekolah lain. Perbedaan paling mencolok adalah dengan adanya mata pelajaran Skill Grouping dan ICT. Pada intinya, mata pelajaran tersebut digunakan untuk mengembangkan bakat dan minat siswa. Sekaligus meningkatkan kemampuan mengolah teknologi informasi siswa.

Saat awal tahun pelajaran, seluruh siswa melakukan ujian bakat dan minat secara tertulis. Setelah itu, siswa akan dikelompokkan menurut beberapa kategori mulai dari matematika, fisika, biologi, TIK, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Pada tahun pertama saya masuk pada skill grouping matematika, kemudian di tahun berikutnya saya masuk pada skill grouping TIK.

Metode pembelajarannya juga menarik. Pada tahun 2010, sangat jarang sekolah yang menggunakan LCD Proyektor sebagai media, namun sekolah saya sudah menerapkannya. Model belajar kelompok, mengamati sekitar, dan presentasi juga menyenangkan karena saya merasa dibebaskan bagaimana dan apa yang harus dipelajari. Namun, guru saya tetap memberikan batasan-batasan. Alhasil, setelah SMA saya tidak perlu belajar lagi, saya hanya perlu mengulang pelajaran yang ada di SMP.

Jujur, saat SMP adalah pengalaman belajar menyenangkan bagi saya. Saya merasakan kenyamanan dalam belajar. Berbeda pada saat SD dimana semua pelajaran harus di plot sedemikian rupa. Namun saya juga tidak bisa menyalahkan pembelajaran di SD yang terkesan behavioristik, karena dengan pembiasaan yang dilakukan oleh guru saya saat SD, menjadikan saya bisa lebih rajin dalam belajar.

 

oleh Fitrah Izul Falaq

0 Komentar