OMEK?

OMEK?

oleh
Fitrah Izul Falaq



Bagi seorang mahasiswa, mengikuti sebuah organisasi merupakan kebanggan tersendiri. Dikenal dengan banyak aktivitas dan rapat seolah meningkatkan kasta dari sekedar mahasiswa kupu-kupu menjadi mahasiswa kura-kura. Dalam organisasi pasti kita akan mendapat banyak teman, relasi, rezeki, ilmu, bahkan perdebatan. Manis-pahit inilah yang selalu dibanggakan saat cerita reuni dengan teman lama setelah penatnya kuliah.

Namun, ditengah banyaknya perdebatan itu, pasti semua terdiam saat membicarakan Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK). Banyak sekali opini pro maupun kontra. Meskipun sama-sama organisasi mahasiswa, namun legalitas OMEK tidak berasal dari kamus. Apakah bisa dikatakan organisasi ilegal? Tidak juga, karena organisasi ekstra kampus juga mendapat pengakuan dari negara, baik melalui lembaga-lembaga pemerintah seperti organisasi daerah, atau bahkan underbow organisasi masyarakat keagamaan di Indonesia.

Banyak sekali kategori OMEK, namun beberapa yang paling dikenal aktif dikalangan mahasiswa diantaranya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Gema Pembebasan (GP) yang beberapa bulan lalu telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Urutan itu acak, bukan diukur dari popularitas atau pengaruhnya. Dalam tulisan ini, kateogri OMEK yang saya bicarakan adalah organisasi kaderisasi mahasiswa seperti diatas.

Mungkin, sahabat/i bertanya-tanya seputar apa itu OMEK. Setidaknya, terdapat beberapa pertanyaan yang sering kali ditanyakan diantaranya :

  1. Apakah tujuan OMEK itu? dan Apa yang didapatkan jika mengikuti OMEK?


Pertama dari segi tujuan. Setiap OMEK mempunyai tujuan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Dasar Perjuangan (NDP) masing-masing, biasanya sesuai dengan tujuan organisasi diatasnya. Misalnya PMII yang mempunyai empat NDP yang ranahnya tidak akan bertentangan dengan nilai-nilai Aswaja Nahdatul Ulama (NU). Artinya, setiap gerakan PMII menjadi salah satu gerakan yang mencerminankan cita-cita NU, di tingkat mahasiswa. Contoh lain IMM yang setiap gerakannya mencerminkan tujuan dan cita-cita Muhammadiyah. Bila dibandingkan dengan organisasi intra tentu berbeda. Orientasi organisasi intra adalah meningkatkan kualitas dan nama baik jurusan, fakultas, atau bahkan kampusnya. Sedangkan orientasi organisasi ekstra lebih mengarah ke arah dakwah sesuai dengan cita-cita, tujuan, dan sudut pandang masing-masing.

Kedua dari apa yang akan didapat. Seperti organisasi pada umumnya, secara tidak sadar kita pasti akan mendapatkan teman, relasi, rezeki, ilmu, bahkan perdebatan. Salah satu yang mungkin takkan didapatkan di organisasi intra kampus adalah daya juang, mental, dan komitmen yang lebih tegas dan pengabdian yang lebih tulus. Karena memang dalam kenyataannya, menjadi kader sebuah OMEK adalah hal yang tabu. Namun bagi orang yang paham, lebih indah dari kebanyakan opini itu. Ketika kita bosan atau tidak sepakat dengan keputusan, kita bisa bebas meninggalkan organisasi ekstra kampus tanpa tekanan seperti yang ada di organisasi intra kampus. Menjadi seorang kader OMEK harus tangguh dan tulus. Siap dicurigai, dicaci, dimaki, tapi tetap menjalankan segalanya atas cinta dan kasih. Mari kita bahas di artikel lain.

  1. Bagaimana perbandingan OMEK dengan Organisasi Intra Kampus?


Ibarat pisau bermata dua, tergantung keahlian dan keterampilan kita dalam menggunakannya. Menjadi organisatoris di intra maupun ekstra, sama-sama baik. Menurut saya pribadi, dimanapun kita berada tak akan menjadi masalah, asal pengorbanan kita tulus menjadikan organisasi kita jauh lebih baik dari sebelumnya. Bila kita di Intra, orientasi kita adalah meningkatkan kualitas dan nama baik jurusan, fakultas, dan kampus. Bila kita berada di Ekstra, orientasi kita lebih ke arah dakwah. Bila kita dikeduanya, lebih orientasikan nama baik intra terlebih dahulu, perjuangkan dengan menggunakan idealis kita sebagai kader ekstra. Agak sedikit membingungkan, namun bila kita mampu mengambil titik tengahnya, kita akan memahami mengapa kita harus ‘kuliyah’ dan mengapa kita disebut ‘mahasiswa’.

  1. Apakah ikut OMEK itu baik atau buruk?


“Apa yang ditekuni pastilah akan bermanfaat dikemudian hari”. Begitulah setidaknya apa yang disampaikan guruku dulu, sebelum lulus SMK. Petuah itu saya pegang hingga kini. Baik buruknya organisasi ada di tangan kita, bila kita fokus di Intra tentu kita akan banyak mendapat relasi dari dalam kampus, baik pengurus himpunan lain, ukm lain, dosen-dosen, dsb. Bila kita di Ekstra, kita akan banyak mendapat relasi dari kampus-kampus lain. Karena memang ranah geraknya berada diluar, maka memperbanyak relasi antar kampus menjadi prioritas.

Namun kemungkinan yang dapat terjadi tidak hanya seperti yang saya utarakan tadi. Banyak sekali peluang-peluang lain yang bisa terjadi. Bukankah Allah Maha Mengatur segala? Kita sebagai hamba hanya perlu menjalaninya. Baik dan buruk adalah penilaian semata. Menjadi baik menurut kita belum tentu baik menurut orang, menjadi buruk menurut orang belum tentu buruk menurut kita.

  1. Lebih baik mana organisasi dalam kampus atau organisasi luar kampus?


Lebih baik yang kita selami dengan penuh semangat dan ketulusan, entah itu di Intra maupun di Ekstra. Percuma kita ikut Intra maupun Ekstra namun tidak ingin berproses didalamnya. Menurutku, jangan pernah percaya dengan cerita orang sebelum kita membuktikannya sendiri. Masa-masa paling indah dalam orgnisasi adalah pencarian, membaca sejarah, dan mendengarkan cerita. Meskipun akhirnya kita harus banyak tertawa akan kebohongan atas apa yang kita dengar.

  1. OMEK apakah melulu soal politik?


Berpolitik adalah kebutuhan setiap organisasi mahasiswa baik Intra maupun Ekstra kampus. Memang, kebanyakan persepsi yang beredar adalah ‘OMEK selalu tentang politik, sehingga prioritasnya adalah politik untuk mendapatkan jabatan intra kampus’. Saya katakan, persepsi itu tidak selalu benar. OMEK berpolitik itu fakta, prioritas mendapat jabatan intra kampus itu opini, bisa saja benar tapi tidak menutup kemungkinan salah kaprah. Tergantung keinginan setiap kader.

Tidak sedikit kader OMEK yang menyukai kegiatan rutinnya tanpa harus ikut-ikutan menyelami politiknya. Ada juga yang ingin mempelajari politiknya dengan sedikit mengikuti setiap kegiatan-kegiatan rutinnya. Namanya manusia itu unik, apalagi kader OMEK. Ada banyak sekali tipe yang sangat jarang kita temui.

Contohnya, di PMII banyak sekali sahabat/i yang aktif dalam kegiatan rutin seperti diba’an, yasinan, tahlil, dsb. Tapi, ketika memasuki masa-masa pemira, tak banyak yang berani untuk maju dan berpartisipasi pada pemira. Pemira adalah istilah lain pemilihan pengurus organisasi Intra Kampus. Dapat dikatakan, pemira adalah hari raya para OMEK. Karena pada saat itu, setiap OMEK berkompetisi, berpolitik, dan menikmati demokrasi kampus.

Bukan hak saya untuk menyatakan baik-buruknya seseorang maupun organisasi. Tapi kita semua mempunyai hak yang sama untuk membentuk persepsi kita masing-masing. Bagi saya, alangkah lebih seru jika kita mempelajari sejarah, meski pada akhirnya banyak tertawa akan kebohongannya. Selamat berorganisasi. Selamat ‘kuliyah’.

Penulis adalah anggota Divisi Penalaran
Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan dan
Kader Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Al-Ghozali


[caption id="attachment_346" align="alignnone" width="960"]omek Logo-logo OMEK di Indonesia[/caption]

 

Probolinggo, 30 Desember 2017

#IntropeksiDiri

0 Komentar